Selasa, 24 Februari 2015

“Dibalik Cerita Campaga”

“Campaga” begitulah nama salah satu kelurahan di bantaeng yang kerap disebut mempuanyai cerita sejarah hutan. Babang Tanggayya batu yang menjadi simbol kepatuhan orang-orang Campaga dalam menjaga hutan. Cerita yang terus mengalir dari generasi ke generasi membentuk budaya penghargaan terhadap alam, pelarangan menebang pohon, meludah apalagi membuang air kecil di sumber mata air dalam hutan. Berangkat dari cerita sejarah itu Balang Institut (LSM lokal) mulai menggali informasi terkait hutan dan pengelolaan sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Ardi (awak balang) menggali tentang sejarah Babang Tanggayya, Adam yang juga bagian dari Balang Institut, menggali potensi yang dimiliki hutan tersebut. Dari informasi yang didapat dari masyarakat terkait kondisi geografis akhirnya disepakati akan menghitung luas kelurahan, hutan, mata air dan potensi wisata di Kelurahan Campaga. Akhirnya disepakati bersama masyarakat akan membuat Peta administarasi Kelurahan. Abi, Thobo, dan Dimas yang juga bagian dari Balang Institut memfasilitasi masyarakat dalam membuat Peta partisipatif. Pada tanggal 20 Februari 2015 pembuatan sketsa kelurahan Campaga, sekaligus mengidentifikasi kondisi geografis seperti Batas luar kelurahan yang berbatas delapan desa yaitu BT. Tappalang, Balumbung, Banyorang, L. Gantarang Keke, Tana Loe, Barua, Kampala dan Parang loe. Mata air, Potensi wisata dan fasilitas umum. Ditanggal yang sama, juga terbentuk dua tim yang disepakati untuk pengambilan titik koordinat batas luar kelurahan dan satu tim yang khusus mendata KK (Kartu Keluarga) sekaligus mengambil titik koordinat permukiman. Dalam pertemuan tersebut dihadiri tokoh masyarakat dan pemerintah kelurahan yang ikut serta mendukung kegiatan Pemetaan Partisipatif. 21 Februari 2015 itu disepakati pengambilan titik koordinat batas luar kelurahan, di mana bagian timur dan barat terdapat batas alam, di bagian timur terdapat sugai Biang Keke dan sugai Biang Loe yang berada dibagian barat kelurahan, sehingga sedikit mempersingkat waktu dan memuddahkan tim dalam pengambilan titik koordinat batas luar. Usai pertemuan, kami tak mau menyia-nyiakan waktu yang sangat memungkinkan untuk melakukan pengembilan titik koordinat Jalan Poros Kelurahan dan salah satu potensi wisata “Air Terjun” yang tak jauh dari permukiman masyarakat di kampung Simoko (nama kampong yang berada dikelurahan Campaga). Metode pengambilan titik koordinat Jalan, itu biasanya dilakukan dengan cara tracking menggunakan alat navigasi GPS (Global Position System) dan Waypoint untuk pengambilan titik koordinat Objek Wisata. Kesepakatanpun lahir sore itu, Aby dan Rahman mengambil titik koordinat jalan, Dimas, Agus, Muhaimin dan thobo menyurvei potensi wisata. Tampak semangat tercurai dan tak mau berlama-lama, Aby dan Rahman pun bergerak mengerjakan tugasnya. Dimas, Agus, Muhaimin dan thobo tak mau kalah, meski melewati medan yang terjal itu tak menjadi penghalang dengan rasa penasaran akan keindahan “Air Terjun” seakan memanggil kami dengan suara deruh dan jernihnya air yang mengalir dari ketinggian itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar